Sumatera,aktualnews.site – Bencana alam yang terus berulang di berbagai wilayah Sumatra dinilai belum mendapatkan penanganan dan pengakuan serius dari negara.
Meski kehancuran lingkungan terjadi secara masif—meliputi banjir bandang, longsor, hingga rusaknya kawasan hutan—status bencana di sejumlah daerah tak kunjung dinaikkan. Kondisi ini memicu pertanyaan publik terkait komitmen negara dalam mengungkap dan menangani akar persoalan ekologis di Sumatera.
Harry Utha, Kepala Divisi (Kadiv) Investigasi DPP LSM GMBI, secara tegas menyatakan bahwa bencana di Sumatera tidak bisa lagi dipandang sebagai peristiwa alam semata. Menurutnya, situasi ini merupakan akumulasi dari pembiaran kerusakan lingkungan, lemahnya pengawasan, serta dugaan pelanggaran sistematis terhadap aturan lingkungan hidup.
> “Mengapa status bencana tidak dinaikkan? Apakah negara takut jika status dinaikkan maka akar kerusakan akan terbuka ke publik? Ini bukan bencana kecil, ini kehancuran alam Sumatera yang nyata dan terstruktur,” tegas Harry Utha.
Harry Utha menyoroti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang dinilai memiliki kewenangan langsung namun belum menunjukkan langkah tegas dalam pencegahan dan penindakan.
> “Apa fungsi KLHK jika hutan rusak dan bencana terus berulang? Apa peran Kementerian ESDM ketika aktivitas eksploitasi sumber daya alam diduga berjalan tanpa kendali? Lalu untuk apa ada polisi hutan jika pelanggaran terjadi di depan mata?” ujarnya.
Ia juga mengkritisi paradoks penegakan hukum lingkungan, di mana aturan terus diperbanyak, tetapi pelanggaran justru seolah dibiarkan.

> “Yang sering bermasalah bukan kurangnya aturan, tapi lemahnya keberanian menindak pelanggar. Ironisnya, pelanggar kerap berasal dari pihak yang dekat dengan pembuat kebijakan,” kata Harry Utha.
Tak hanya eksekutif, Harry Utha turut mempertanyakan fungsi pengawasan DPR, baik di tingkat pusat maupun daerah. Menurutnya, kehancuran lingkungan dalam skala besar tidak mungkin terjadi tanpa lemahnya kontrol legislatif.
> “Di mana DPR ketika alam Sumatera dihancurkan? Pengawasan tidak boleh berhenti di ruang rapat, tapi harus hadir di lapangan,” tegasnya.
Harry Utha menambahkan, bencana ekologis di Sumatra kemungkinan hanya sebagian dari persoalan lingkungan nasional yang lebih luas. Ia menduga masih banyak wilayah lain yang mengalami kerusakan serupa, namun belum tersentuh penyelidikan dan investigasi mendalam.
Sebagai bentuk kontrol sosial dan tanggung jawab publik, LSM GMBI menyatakan siap dan mendesak digelarnya forum dengar pendapat dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ESDM, guna membedah secara terbuka akar kerusakan lingkungan, data perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum.
> “Kami siap berdialog dan menguji data. Ini bukan serangan, ini tuntutan tanggung jawab negara terhadap alam dan rakyat,” tutup Harry Utha.
LSM GMBI menegaskan bahwa persoalan kehancuran alam bukan semata isu lingkungan, melainkan menyangkut hak hidup rakyat, keadilan lintas generasi, dan keberanian negara menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
_darwin.














